jump to navigation

makalah tekben perbanyakan benih kentang April 5, 2012

Posted by nursyamzulkifli in Uncategorized.
trackback

Teknologi Terobosan Perbanyakan Cepat Benih Kentang

PAPER

Dipresentasikan di jurusan Agroteknologi semester IV dalam rangka melengkapi perkuliahan mata pelajaran Teknologi Benih yang dibina oleh Dr H Suryaman Birnadi Ir. MP

Oleh

Nursyam Dzulkifli (1209706026)

Yosi Saeful Mikdar (1209706036)

Mastur Imaduddin (1209706025)

 

 

 

 

 

 

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2011/1432

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala. Selawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Sallallahualaihiwasallam, karena atas hidayah-Nyalah makalah ini diselesaikan.

Makalah ini penulis sampaikan kepada pembina mata kuliah Teknologi Benih sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis mengajar Teknologi Benih

Penulis memohon kepada Bapak dosen khususnya, umumnya para pembaca barang kali menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya mupun isinya harap maklum. Selain itu, penulis mengharapkan keritik dan saran yang berifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………..  i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………..  ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………..  1

1.1.latar belakang ………………………………………………………………………………………..  1

1.2 masalah ………………………………………………………………………………………………..  2

BAB II ISI dan PEMBAHASAN ……………………………………………………………………..  4

A.Teknik Budidaya Kentang …………………………………………………………………..  4

B.  Teknologi Terobosan Perbanyakan Cepat Benih Kentang ………………………  16

C. Teknologi Tingkatkan Produksi Kentang 3-4 kali lipat …………………………..  30

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………………………….  36

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………  37

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Kentang merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000). Disamping itu, kentang termasuk salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai perdagangan domestik dan potensi ekspor yang cukup baik. Produksi kentang di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 998 032 ton, meningkat sebanyak 22.7% dari tahun 1997 (813 368 ton) (Anonim, 1999). Namun demikian, kemampuan produksi kentang Indonesia hanya dapat memenuhi 10% konsumsi kentang nasional, yaitu 8.9 juta ton per tahun (Wattimena, 2000). Disamping produksi yang belum cukup, volume dan nilai ekspor kentang tahun 1998 (31 204 ton, 5 887 000 US$) mengalami penurunan dari tahun 1997 (36 758 ton, 8 431 065 US$) (Anonim, 1999).

Kentang (Solanum tuberosum) adalah salah satu komoditas sayuran hortikultura yang menjadi andalan para petani di Indonesia, karena selain bernilai ekonomi tinggi dan stabil, juga sebagai sumber karbohidrat yang cukup tinggi, dan dapat dikonsumsi  sebagai pengganti makanan pokok beras dan jagung, dalam usaha meningkatkan diversifikasi makanan pokok. Namun dalam usaha meningkatkan produktivitasnya yang menjadi kendala utama bagi para petani kentang adalah ketersediaan benih yang berkualitas masih terbatas dipasaran produsen benih (penangkar benih) sehingga sangat mempengaruhi pengembangan dalam budidayanya. Keadaan tersebut sangat  mempengaruhi pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen rumah tangga, hotel dan pabrik makanan yang menggunakan bahan baku kentang.

Salah satu cara untuk mendukung memperlancar ketersediaan benih adalah dengan adanya input Iptek inovatif untuk mempercepat dan memperbanyak produksi benih penjenis (G0) diindustri hulu.

Kendala utama dalam peningkatan produksi kentang adalah pengadaan dan distribusi benih kentang berkualitas yang belum kontinyu dan memadai. Padahal saat ini, penggunaan benih bebas pathogen/berkualitas mutlak diperlukan.

Penanaman bibit kentang bermutu, tepat waktu dan tepat umur fisiologis adalah faktor utama penentu keberhasilan produksi kentang (Wattimena, 2000). Upaya penyediaan benih kentang bermutu perlu dilandasi dengan sistem perbenihan yang mapan. Sentra produksi utama kentang di Indonesia terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara (Wattimena, 2000). Perbanyakan benih kentang bebas penyakit di Jawa Barat telah dimulai sejak tahun anggaran 1991/1992 dalam program kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA). Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh benih kentang bermutu tinggi, bebas dari penyakit dengan harga yang terjangkau oleh petani (Anonim, 2000b).

1.2.Masalah

  • ketersedian benih kentang bermutu di tingkat petani dan stabilitas harga pasar. Dari benih bermutu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan petani (Asandhi, 1989).
  • Kebiasaan petani saat ini menggunakan benih kentang secara terus-menerus dari hasil sortasi panennya sendiri yaitu kentang yang berukuran kecil, sehingga kualitas benih tidak diketahui. Benih yang dihasilkan petani tersebut mempunyai kelemahan, antara lain mudah tertular penyakit, mengalami masa dormansi dan terjadi degradasi hasil setelah generasi ke lima.Peningkatan permintaan kentang menyebabkan peningkatan produksi dan luas tanam, namun belum diikuti peningkatan penyediaan benih yang berkualitas.
  • Pengetahuan petani akan dunia perbenihan di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Banyak petani yang kurang mengenal bagaimana pentingnya mutu benih tanaman serta mengesampingkan berbagai hal yang terkait dengan mutu tersebut. Bahkan hal tersebut diperparah lagi dengan kurangnya pengetahuan akan kultur teknis di lapangan. Sehingga banyak penghambat yang timbul hanya karena kurangnya masalah perbenihan dan kultur teknis tanaman.
  • Kendala utama dalam peningkatan produksi kentang adalah pengadaan dan distribusi benih kentang berkualitas yang belum kontinyu dan memadai.
  • Rendahnya kualitas dan kuantitas bibit kentang, yang merupakan perhatian utama dalam usaha peningkatan produksi kentang di Indonesia,
  • Teknik budidaya yang masih konvensional,
  • Faktor topografi, dimana daerah dengan ketinggian tempat dan temperatur yang sesuai untuk pertanaman kentang di Indonesia sangat terbatas,
  • Daerah tropis Indonesia merupakan tempat yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman kentang (Kuntjoro, 2000).

 

 

 

 

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

 

  1. TEKNIK BUDIDAYA KENTANG

 

2.1 PENGERTIAN

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K).

2.2 SYARAT PERTUMBUHAN

2.2.1. Iklim

Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.

2.2.2. Media Tanam

Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,8-7,0.

Ketersediaan benih kentang berkualitas saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan petani, baik penangkar benih maupun produsen kentang. Sedangkan pasokan benih kentang di tingkat penangkar tegantung dari tersedianya benih sumber berupa Benih Penjenis (G0). Benih ini merupakan umbi hasil teknologi kultur meristem dengan kriteria bebas dari penyakit.

Penyediaan Benih Unggul Bermutu kentang yang bersertifikat tidak dapat dilakukan oleh hanya satu instansi saja. Kegiatan ini melibatkan beberapa instansi antara lain BPTP Jawa Timur selaku penyedia planlet dan pemulia varietas kentang unggul yang telah diputihkan. Disamping itu juga melibatkan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (UPT Pengembangan Benih Hortikultura, UPT Pengawasan dan Sertifikasi Benih). Hal ini terkait dengan penyediaan Benih Unggul Bermutu kentang bersertifikat tepat sasaran : mutu, jenis, waktu, jumlah, pelayanan, harga dan berkesinambungan.

 

2.3 TAHAPAN PENYEDIAAN BENIH BERMUTU

  1. Sterilisasi Alat dan Media Kultur.

Semua peralatan yang digunakan seperti timbangan Sartorius, autoclave, Laminar Air Flow, beaker glas, labu ukur, scalpel, pinset dan botol – botol kultur, glassware dan dispecting kit sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 80oC selama 30 menit (Gambar 1).

  1. Pemilihan Pohon Induk sebagai Eksplan

Pohon induk diperoleh dari Varietas Kentang yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai Varietas Unggul Nasional. Salah satu varietas kentang Unggul Nasional dari kultivar lokal Jawa Timur adalah varietas Granola Kembang yang telah dilepas dengan SK Mentan No 81/Kpts/SR.120/3/2005 tanggal 15 Maret 2005. Setelah pemilihan varietas dilanjutkan dengan penumbuhan eksplan. Umbi kentang dicuci bersih dan ditumbuhkan pada suhu ruang sampai bertunas (Gambar 2).

  1. Eliminasi Virus dengan Metode Kultur Meristem

Pemanfaatan teknologi in vitro dengan Kultur meristem untuk menghasilkan plantlet bebas virus (Gambar 3). Untuk memastikan plantlet yang dihasilkan bebas virus dilakukan Uji ELISA dengan melibatkan BPSBTPH Jatim dan BALITSA Lembang.

  1. Perbanyakan secara in vitro menggunakan stek dua (2) ruas) dengan media dasar Murashige and Skoog (Gambar 4).
  2. Aklimatisasi dan penanaman platlet di rumah kasa yang kedap serangga menggunakan seed bed terbuat dari aluminium, kotak bambu atau kotak – kotak plastik (Gambar 5).
  3. Perbanyakan plantlet secara cepat dengan stek dua (2) ruas di rumah kasa setelah dideteksi bebas virus : PLRV, PVY, PVX, dan PVS (Gambar 6).
  4. Tahap pertumbuhan dan pemeliharaan plantlet di rumah kasa (Gambar 7).
  5. Tahap produksi Umbi Penjenis (G0) di Rumah Kasa Pusat Perbenihan Kentang Tosari. Kriteria umur panen adalah 3 – 4  bulan setelah tanam stek atau plantlet dengan cirri daun menguning karena daun menua (Gambar 8).
  6. Tahap penen dan prosesing Benih Penjenis (G0) kentang bebas virus (Gambar 9).

2.4 PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

2.4.1. Pembibitan

– Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam.
– Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).

2.4.2. Pengolahan Media Tanam

Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
Natural Glio yang sudah terlebih dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu, ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk kandang/1000 m2).

 

 

 

 

2.5. TEKNIK PENANAMAN

2.5.1. Pemupukan Dasar

a. Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha).

b. Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secukupnya secara merata di atas bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA dengan cara :

alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk menyiram 10 meter bedengan.Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian pupuk kandang.

c. Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam) satu minggu sebelum tanam,

2.5.2. Cara Penanaman

Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni).

 

 
2.6. PEMELIHARAAN TANAMAN

2.6.1. Penyulaman

Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh.

 

2.6.2. Penyiangan

Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan.

2.6.3. Pemangkasan Bunga

Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara.

2.6.4. Pemupukan Susulan

a. Pupuk Makro

Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha dan 45 hst 150 kg/ha. SP-36: 21 hst 250 kg/ha.
KCl: 21 hst 150 kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha. Pupuk makro diberikan jarak 10 cm dari batang tanaman.

b. POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu. Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4 tutup/tangki atau 1 botol (500 cc)/ drum 200 lt air.
Alternatif II : 5 – 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6 tutup/tangki atau 1,5 botol (750 cc)/ drum 200 lt air.

c. HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal jika dicampur HORMONIK (dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3 botol/drum 200 liter air).

2.6.5. Pengairan

Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power Sprayer atau dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.7. Hama dan Penyakit

2.7.1. Hama

Ulat grayak (Spodoptera litura)

Gejala              : ulat menyerang daun hingga habis daunnya.

Pengendalian   : (1) memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan.

Kutu daun (Aphis Sp)

Gejala              : kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus.

Pengendalian   : memotong dan membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona atau BVR.

Orong-orong (Gryllotalpa Sp)

Gejala              : menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri.

Pengendalian   : Pengocoran Pestona.

 

 

 

Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)

Gejala              : daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti benang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan.

Pengendalian   : Pengocoran Pestona.

Hama trip ( Thrips tabaci )

Gejala              : pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda.

Pengendalian   : (1) memangkas bagian daun yang terserang; (2) mengunakan Pestona atau BVR.
2.7.2. Penyakit

Penyakit busuk daun

Penyebab         : jamur Phytopthora infestans.

Gejala              : timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati.

Pengendalian   : sanitasi kebun. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

 

Penyakit layu bakteri

Penyebab         : bakteri Pseudomonas solanacearum.

Gejala              : beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit busuk umbi

Penyebab         : jamur Colleotrichum coccodes.

Gejala              : daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk.

Pengendalian   : pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam

Penyakit fusarium

Penyebab         : jamur Fusarium sp.

Gejala              : busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis.

Pengendalian   : menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit bercak kering (Early Blight)

Penyebab         : jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang di daerah kering.

Gejala              : daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: pergiliran tanaman.

Pencegahan     : Natural Glio sebelum/awal tanam

Penyakit karena virus

Virus yang menyerang adalah:

(1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung;

(2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun;

(3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal;

(4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak;

(5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung;

(6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas.

Gejala              : akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda.

Pengendalian   : tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan melakukan pergiliran tanaman.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

 

2.8. PANEN

Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

 

 

 

B. TEKNOLOGI TEROBOSAN PERBANYAKAN CEPAT BENIH KENTANG

Masalah perbenihan di Indonesia tidak dapat disepelekan begitu saja. Karena benih merupakan salah satu faktor penting dalam suatu usaha budidaya tanaman. Benih merupakan suatu parameter keberhasilan produksi tanaman. Artinya, dalam suatu kegiatan budidaya tanaman dapat dilihat dari mutu benih yang digunakan. Apabila benih yang digunakan memiliki mutu yang baik maka hal ini dapat menjamin keberhasilan budidaya tanaman itu sendiri.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 Tentang Perbenihan Tanaman telah disebutkan bahwa : “Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan benih bermutu mempunyai peranan yang menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Untuk mendapatkan benih bermutu diperlukan penemuan varietas unggul yang dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman yang diselenggarakan antara lain melalui kegiatan pencarian, pengumpulan, dan pemanfaatan plasma nutfah baik di dalam maupun di luar habitatnya dan atau melalui usaha introduksi dari luar negeri. Benih dari varietas unggul, untuk dapat menjadi benih bina, terlebih dahulu varietasnya harus dilepas. Produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan diedarkan harus diberi label.”

Di Indonesia sebenarnya telah banyak lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang perbenihan. Namun, peran serta dari lembaga pemerintah ini masih harus perlu dipertanyakan. Banyak permasalahan timbul dari lembaga-lembaga berplat merah, walaupun beberapa diantaranya telah berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing.  Sekali lagi masalah perbenihan di Indonesia tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Karena peran serta bidang perbenihan tanaman banyak mendukung keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia.

Pengetahuan petani akan dunia perbenihan di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Banyak petani yang kurang mengenal bagaimana pentingnya mutu benih tanaman serta mengesampingkan berbagai hal yang terkait dengan mutu tersebut. Bahkan hal tersebut diperparah lagi dengan kurangnya pengetahuan akan kultur teknis di lapangan. Sehingga banyak penghambat yang timbul hanya karena kurangnya masalah perbenihan dan kultur teknis tanaman.

Melalui makalah ini kami ingin berbagi sedikit pengetahuan tentang dunia perbenihan tanaman. Sehingga pengetahuan akan dunia perbenihan tanaman seharusnya menjadi hal tidak terdengar asing  lagi bagi kalangan rakyat Indonesia khususnya para petani. Sehingga hal ini dapat meminimalisir adanya faktor penghambat dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi beberapa kalangan yang bergerak langsung dalam bidang perbenihan tanaman.

 

Salah satu masalah usahatani kentang saat ini adalah ketersedian benih kentang bermutu di tingkat petani dan stabilitas harga pasar. Dari benih bermutu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan petani (Asandhi, 1989). Propinsi Jawa Timur mempunyai potensi penyediaan kentang untuk memenuhi kebutuhan Nasional yang semakin meningkat. Wilayah potensial untuk sentra perbenihan kentang terletak di dataran tinggi dengan iklim lembab dan termasuk Zona agroekologi III by (Saraswati et al., 2000). Berdasarkan penyebaran luas tanam dan luas panen kentang dataran tinggi di Jawa Timur tersebar di 15 Kabupaten, Luas tanam kentang di Jawa Timur seluruhnya berkisar 7.000 ha, kebutuhan benih kentang per ha sebanyak 1,5 ton. Dengan demikian untuk wilayah Jawa Timur kebutuhan benih kentang sebanyak 10.500 ton setiap tahun.

Kebiasaan petani saat ini menggunakan benih kentang secara terus-menerus dari hasil sortasi panennya sendiri yaitu kentang yang berukuran kecil, sehingga kualitas benih tidak diketahui. Benih yang dihasilkan petani tersebut mempunyai kelemahan, antara lain mudah tertular penyakit, mengalami masa dormansi dan terjadi degradasi hasil setelah generasi ke lima.Peningkatan permintaan kentang menyebabkan peningkatan produksi dan luas tanam, namun belum diikuti peningkatan penyediaan benih yang berkualitas.

Teknologi perbenihan kentang dapat diperbaiki dengan menyediakan Go yang merupakan Benih Penjenis melalui teknologi kultur jaringan dan modifikasi dengan penanaman di lapanng (Duriat, dkk., 1990; Karyadi, 1990, Karyadi,1997 dan Prahardini, 2005).

Model pengembangan industri perbenihan kentang di Jawa Timur perlu diupayakan untuk mengatasi kesulitan penyediaan benih kentang bermutu di Jawa Timur, hal ini diarahkan untuk meningkatkan koordinasi antar petani kentang dan menumbuhkan industri perbenihan kentang di Jawa Timur, selain itu perlu pemikiran tentang sentralisasi perbenihan kentang di suatau kawasan atau wilayah zone agroekologi. Pusat Perbenihan kentang di Jawa Timur terletak di Tosari Kabupaten Pasuruan yang menghasilkan benih Go, yang akan diperbanyak dan diproduksi menjadi benih G1, G2 dan G3. Petani penangkar benih akan memperbanyak menjadi benih G4 yang merupakan Benih Sebar.

Teknologi spesifik lokasi perbenihan kentang merupakan salah satu modal berlangsungnya agribisnis perbenihan kentang di petani penangkar benih. Teknologi tersebut harus efisien dan efektif sesuai dengan zona agroekologi (Prahardini, 2004) Petani kentang di kawasan sentra perbenihan perlu dimotifasi untuk membentuk suatu kelompok tani yang mampu mendukung berjalannya simpul-simpul agribisnis yang lain berupa penyediaan saprodi, modal, jalinan pasar dan keterkaitan lintas sektoral yang mendukung berkembangnya sentra perbenihan (Supari, 1999). Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan teknologi perbenihan kentang yang efisien dan menguntungkan di tingkat petani penangkar benih

SEKTOR PERBENIHAN 

Sektor perbenihan merupakan salah satu pendukung utama dalam program pembangunan pertanian yang diarahkan pada peningkatan ketahanan pangan, nilai tambah, daya saing usaha pertanian, dan kesejahteraan petani. Program pembangunan pertanian akan tercapai dengan dukungan di mana salah satunya adalah terpenuhinya benih secara kuantitas dan kualitas. Benih sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil produksi. Salah satu program pemerintah di sektor pertanian adalah perbenihan kentang yang dilakukan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung pada tahun 1992. Program ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), telah menghasilkan produk benih kebutuhan benih berkualitas di Jawa Barat terus meningkat. Pada tahun 2007 stok benih kentang G  baru mencapai 4.000 t, atau hanya memenuhi 4 kebutuhan untuk 3.000 ha saja (Anonimous 2008). Oleh karena itu, penerapan teknologi inovatif dari semua pihak (pemerintah dan swasta) untuk perbanyakan cepat benih kelas penjenis (G ) 0 kentang sangat diharapkan sehingga kebutuhan benih yang berkualitas secara regional dan nasional senantiasa tersedia sepanjang tahun. Dalam upaya mendukung penyediaan benih Tasa Nusantara (ATN), salah satu produsen benih bermutu yang berlokasi di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, sampai saat ini terus berkiprah memproduksi benih kentang bermutu dan benih kentang bermutu dan bersertifikat bagi petani penangkar untuk  mendukung program Balai Pengembangan Benih Kentang (BPBK) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Produk benih kelas penjenis (G ) kentang yang diproduksi menggunakan media steril (tanah plus pupuk kandang) yang ditempatkan dalam seed bed di rumah-rumah kasa, hanya mampu menghasilkan benih kelas penjenis (G ) rerata sekitar 1,5-3 knol/0 tanaman dan tidak berbeda dengan yang dihasilkan oleh  ATN (Gunawan dan Afrizal 2008).

Sebuah kotak berwarna putih berukuran 4x1x0,7 meter berada di satu stan peserta Agrifest 2009 yang diselenggarakan di Graha Manggala Siliwangi, Jl Aceh Bandung. Di atas kotak tampak tanaman kentang setinggi 10 cm. Namun, kotak tersebut bukanlah kotak berisi tanah yang biasa digunakan sebagai media tanam, melainkan berisi sebatang noozle (pipa) kecil berlubang yang menyemprotkan air, selebihnya ruang dalam kotak tersebut hanya berupa ruang kosong.

Ketika tutup kotak dibuka, semprotan air bertekanan kecil keluar ke atas kotak. Di balik penutup kotak, akar-akar tanaman kentang tampak berjuntai. Sebagian besar masih berupa juntaian akar karena usia tanaman yang masih muda. Namun, beberapa juntai akar sudah mulai menghasilkan umbi-umbi kecil berwarna putih kecokelat-cokelatan. Umbi-umbi kecil tersebut merupakan bakal kentang yang bisa dipanen saat tanaman sudah berusia tiga bulan.

Deretan tanaman kentang tesebut ditanam di bak tanam dengan sistem aeroponik. Aeroponik merupakan satu alternatif menumbuhkan tanaman tanpa tanah. Berbeda dengan sistem hidroponik yang menggunakan air sebagai media tanam, aeroponik menggunakan udara atau lingkungan yang berkabut sebagai media tanam. Sistem yang baru pertama kali dikembangkan sebagai siatem penangkaran bibit kentang unggul di Jawa Barat ini terbukti mampu meningkatkan produksi benih kentang unggul hampir sepuluh kali lipat dari hasil produksi benih kentang sistem konvensional.

“Teknik aeroponik merupakan teknik memperbanyak bibit kentang secara cepat. Sistem ini mampu meningkatkan produksi hingga hampir 10 kali lipat. Sistem ini juga menekan patogen yang dibawa tanah karena tidak menggunakan tanah sebagai media tanam,” ungkap Staf Jasa Penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Mastur SP, kepada Tribun, Selasa (26/5). Selain menggunakan udara sebagai media tanam, lanjut Mastur, aeroponik juga menggunakan sistem kultur jaringan sebagai metode penumbuhan benih. Pembenihan melalui kultur jaringan dilakukan dengan cara mengambil bagian jaringan dari kentang, kemudian jaringan tersebut ditanam di media yang disebut Potato Dectros Agar (PDA).

Peneliti Balitsa, Dra Hj Oni Setiani Gunawan MS PU, menyatakan teknik ini dilakukan sebagai sarana peningkatan ketersediaan bibit kentang bagi petani kentang. Kentang aeroponik dapat dipanen dalam jangka waktu sekitar 50 hari. Tiap satu tanaman kentang rata-rata mampu menghasilkan 30 umbi kentang. Berbeda dengan hasil penanaman kentang dengan teknik konvensional yang hanya mampu menghasilkan tiga hingga lima umbi kentang per tanaman.

Peningkatan jumlah produksi tersebut telah dirasakan seorang petani penangkar benih kentang, Denny Afrizal SE. Sejak menerapkan teknik aerophonik, produksi benih kentangnya meningkat hampir sepuluh kali lipat dari hasil metode konvensional.

“Total modal sekitar Rp 65 juta per 100 meter persegi, dari  lahan tersebut setiap panen (tiga bulan sekali) saya mampu menghasilkan rata-rata 45.000 umbi. Setiap satu umbi kentang harganya sekitar 2.500 rupiah,” tutur Denny.(*)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sektor perbenihan merupakan salah satu pendukung utama dalam program pembangunan pertanian yang diarahkan pada peningkatan ketahanan pangan, nilai tambah, daya saing usaha pertanian, dan kesejahteraan petani. Program pembangunan pertanian akan tercapai dengan dukungan dimana salah satunya adalah terpenuhinya benih secara kunatitas dan kualitas. Benih sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil produksi.

Salah satu program pemerintah disektor pertanian adalah perbenihan kentang yang dilakukan di Kecamatan Bandung pada tahun 1992. Program ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan japan International Cooperation Agency (JICA), telah menghasilkan produk benih kentang yang bermutu dan bersertifikat.

Dalam upaya mendukung penyediaan benih kentang yang bersertifikat, sejak tahun 1996 Agritek Tasa Nusantara (ATN),salah satu produsen benih bermutu yang berlokasi di kecamatan lembang, Kabupaten Bandung Barat, sampai saatnini terus berkiprah memproduksi benih kentang bermutu dan bersertifikat.

Teknologi aeroponik merupakan terobosan dalam melipatgandakan benih Go. Teknologi aeroponik dapat menghasilkan umbi kentang yang cukup banyak, beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan menggunakan media steril (tanah dan pupuk kandang). Oleh karena itu, pada bulan Desember 2008 peneliti Balai Penelitian tanaman sayuran (Balitsa) bekerjasama dengan ATN mengembangkan teknik aeroponik dan hasilnya mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan konvensional. Adapun ukuran benih yang dihasilkan dengan teknik aeroponik bervariasai dari ukuran sebesar biji kacang tanah sampai sebesar telur bebek.

Penerapan tehnik aeroponik sebagai teknologi inovatif merupakan terobosan baru dalam usha perbanyakan cepat benih kentang penjenis (Go) dalam mendukung program pembangunan pertanian di sector perbenihan yang siap dikomersialkan, walaupun investasi awal cukup mahal tetapi bila dibandingkan dengan hasil yang berlipat, maka biaya yang dikeluarkan terhitung cukup murah.

Saat ini Indonesia melangkah dan membuktikan keberhasilan teknologi ini. Penelitian lanjut serta pengembangannya terutama dalam usaha menghasilkan jumlah umbi yang relative banyak dengan ukuran relative sama perlu diteliti lebih lanjut.

Menurut Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Jawa barat, dengan mengoptimalkan peran dan fungsi kelembagaan perbenihan (pemerintah dan swasta) di daerah-daerah akan diperoleh 3 hal yaitu :

1. Kebutuhan benih terpenuhi sesuai kebutuhan varietas, jumlah, mutu, waktu, dan lokasi yang tepat,

2. Kualitas dan kuantitas benih yangb dihasilkan terjamin, dan

3. Terwujudnya usaha perbanihan yang tangguh dan mandiri dengan skala usaha yang layak secara komersial dan berkesinambungan.

Teknologi aeroponik merupakan langkah awal menuju keberhasilan Indonesia memproduksi benih kentang berkualitas tinggi (swasembada benih kentang). Ada 6 kriteria tepat yang harus diperhatikan yaitu tepat varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi dan harga untuk memenuhi benih secara regional dan nasional.

Keuntungan menggunakan aeroponik selain praktis, tidak perlu menggunakan media campuran tanah dan pupuk kandang steril, tidak banyak menggunakan pestisida, menghasilkan benih umbi yang sehat dan bersih,tetapi produksi tinggi (10 x disbanding cara konvensional), mudah dipanen dan diatur sesuai ukuran yang diinginkan, tenaga kerja cukup 1 orang, bebas pathogen (bakteri dan cendawan), nutrisari dapat diatur dan secara optimum diserap oleh tanaman.

Teknik aeroponik merupakan teknologi modern dengan peralatan dan bahan yang cukup mahal dan memerlukan biaya cukup tinggi, tetapi untuk investasi jangka panjang teknik ini dapat diperhitungkan sesuai dengan program perencanaan dalam memproduksi benih.

Tersedianya benih berkualitas dan bersertifikat akan mempengaruhi peningkatan produktivitas lebih dadri rerata produksi secara nasional yaitu 16,94 t/ha (sebagian besar petani masih menggunakan benih tidak berkualirtas atau generasinya tidak jelas), sehingga produktivitasnya rendah ( <10 t/ha).

Dukungan prasarana dan prasarana prosesing benih kentang dari Pemerintah memberikan peluang bagi sektor produsen benih swasta untuk berperan dalam kegiatan produksi benih.

Upaya untuk mengoptimalkan dan mengefiensikan teknologi aeroponik dapat dilakukan dengan berbagai cara :

1. Bak tanam dari fiberglass dapat diganti dengan bak papan, container bamboo, bak dari bata, buleng ikan, atau bak plastic yang memenuhi persyarakat panjang 4m, lebar 1m, dan tinggi 0,70 m.

2. Tutup bak Styrofoam dapat diganti dengan sususnan papan tipis ukuran 1 x 1 m atau menggunakan anyaman bamboo dan anyaman bilik bamboo.

3. Rumah kasa dapat disederhanakan, menggunakan bahan dari bamboo, atap plastic UV dan kedap serangga.

4. Mesin pengalir air dan nutrisi dapat diatur waktunya sehingga tidak boros dalam penggunaan listrik

Tahap-tahap pelaksanaan teknik aeroponik sebagai berikut :

1. Stek tanaman kentang berasal dari planlet hasil kultur jaringan ditanam pada media campuran steril (tanah dan pupuk kandang v/v 1:2) dalam seed bed di rumah kasa

2. Penanaman stek tanaman kentang pada bak tanam di rumah kasa

3. Stek pucuk tanaman kentang siap ditanam

4. Tanam stek tanaman kentang pada Styrofoam yang telah dilubangi

5. Pertumbuhan dan hasil umbi benih kentang penjenis (Go) pada umur umur 33 65 hari setelah tanam (HST)

6. Panen perdana benih kentang penjenis (Go0 menggunakan teknik aeroponik

 

Kendala utama dalam peningkatan produksi kentang adalah pengadaan dan distribusi benih kentang berkualitas yang belum kontinyu dan memadai. Padahal saat ini, penggunaan benih bebas pathogen/berkualitas mutlak diperlukan. Bibit bebas patogen, bisa didapatkan melalui kultur jaringan disertai dengan pengujian patogen secara intensif dan dilanjutkan dengan teknik perbanyakan cepat khususnya dengan menanam stek secara inviltro atau in vivo, untuk mendapatkan bibit kentang generasi nol (G0/benih sumber). Teknik inilah yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang.

Selanjutnya G0 berupa stek dikirimkan ke BBI Pangalengan untuk diperbanyak di Screen House A dan menghasilkan mini tuber, yang selanjutnya secara berurut ditanam menjadi G1 (pada screen house) dan G2 (di lapangan). Perbanyakan dari G2 ke G3 dilaksanakan di BBU (PD Mamin/PD Agribisnis) Pangalengan yang selanjutnya diperbanyak menjadi G4 oleh para penangkar yang telah terlatih.

Kegiatan memproduksi benih kentang berkualitas baik dalam bentuk tanaman in vitro atau umbi mini dibagi dalam 4 tahap mulai dari eliminasi penyakit sistemik terutama virus, Penggunaan teknik in vitro untuk tujuan perbanyakan vegetatif, Aklimatisasi, dan produksi umbi mini kentang.

Eliminasi Penyakit

            Teknik kultur jaringan sangat membantu dalam usaha mengeliminasi penyakit sistemik terutama penyakit virus. Metode yang umum digunakan untuk produksi plantlet dan umbi mikro kentang adalah teknik kultur meristem atau kultur satu mata tunas (single-node culture). Kultur meristem digunakan untuk produksi bibit kentang bebas virus.

Keberhasilan dalam menggunakan metoda kultur jaringan sangat bergantung perbanyakan ini dimulai dengan penumbuhan jaringan meristem hingga pada penempatan kultur di ruang inkubasi atau incubator dengan suhu 20 – 22 o C dengan photoperiode 16 jam terang 8 jam gelap. Pada umumnya jaringan meristem akan tumbuh menjadi plantlet setelah 3 – 6 bulan setelah tanam.

Perbanyakan Tanaman

Penggunaan teknik in vitro untuk tujuan perbanyakan vegetatif merupakan areal/bidang yang paling maju dalam teknik kultur jaringan. Di Balai Penelitian Tanaman Sayuran setelah kultur meristem tumbuh menjadi plantlet, dilakukan perbanyakan in vitro dengan menanam stek buku tunggal secara in vitro. Pertumbuhan stek in vitro sampai dapat distek kembali/diperbanyak kembali antara 3 – 5 minggu setelah tanam, dari satu jaringan meristem umumnya akan didapatkan 3 – 5 tanaman in vitro.

 

 

C. TEKNOLOGI TINGKATKAN PRODUKSI KENTANG 3-4 KALI LIPAT

Paket teknologi pembenihan kentang Iptekda LIPI yang dikelola peneliti Bioteknologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Baharuddin mampu meningkatkan produktivitas kentang petani di Sulawesi Selatan 3-4 kali lipat dari 8 ton per ha menjadi 20-30 ton per ha dan meningkatkan pendapatan petani 3,5 kali lipat.

“Agribisnis kentang menjanjikan keuntungan yang besar bagi petani dan memiliki `multiplied effect` yang tinggi untuk masyarakat,” kata Baharuddin yang memenangkan Iptekda Award 2009 yang diserahkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Lokakarya “Iptek untuk Pengembangan UKM” di Jakarta, Kamis.

Dengan benih kentang yang unggul dan pengelolaan yang baik tersebut, ujar dia, petani dapat memperoleh omzet Rp100 juta per ha per sekali panen (tiga bulan) jika harga kentang di tingkat petani Rp2.500 per kg.

Sedangkan untuk umbi benih yang bisa mencapai produktivitas 20-25 ton per ha, jika harganya Rp10 ribu per kg, maka petani bisa memperoleh Rp200-250 juta per ha per sekali panen.

“Sebelumnya petani kentang terhambat oleh ketersediaan benih di mana secara nasional Indonesia hanya mampu memasok 4,6 persen dari kebutuhan total 120 ribu ton benih per tahun sehingga sebagiannya diimpor,” katanya.

Selain itu, benih kentang yang ada selama ini merupakan jenis benih kentang dari sebelum kemerdekaan yang tidak terlalu bagus, ditambah lagi ada 23 jenis virus dan penyakit yang dapat menulari benih kentang sehingga menghambat minat petani menanam kentang.

Karena itulah sejak 2004, dengan bantuan dana Iptekda LIPI total sebesar Rp140 juta Baharuddin menawarkan paket teknologi budidaya kentang berupa teknologi produksi benih kentang secara berantai hasil kultur jaringan, teknologi produksi pupuk organik cair dan teknologi produksi biopestisida, juga teknologi pengolahan kentang dan manajemen usaha kentang kepada petani di Malino, Kabupaten Gowa dan petani di Masalle, Kabupaten Enrekang, Sulsel.

“Dari awalnya hanya beberapa petani, pada 2009 telah terbentuk 34 UMKM penangkar benih kentang dan petani kentang yang mandiri dalam memenuhi benih kentang. Kami secara bertahap mengembangkan mulai dari benih penjenis dan benih dasar, kemudian ke benih pokok, benih sebar hingga benih konsumsi,” katanya.

Pihaknya, lanjut dia, melatih para petani termasuk dalam membangun rumah kaca untuk pembenihan dengan dana sangat terbatas Rp2 juta per unit, berhubung dana Iptekda LIPI harus dibagi-bagi untuk berbagai kegiatan pendukung lainnya.

Ia mengatakan, potensi lahan kentang yang membutuhkan ketinggian lahan di atas 700 meter di atas muka laut, di Indonesia sangat luas yakni mencapai 1,1 juta ha, sayangnya hanya dimanfaatkan 80 ribu ha saja.

Kelebihannya selain masa panennya pendek hanya tiga bulan, kentang memiliki daya simpan yang lama yakni 3-4 bulan untuk konsumsi dan 4-6 bulan untuk benih serta dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis pangan olahan seperti kentang sayur, kentang goreng, hingga keripik kentang.

 

Pola Perbanyakan Benih Kentang di Indonesia

Sistem perbanyakan benih kentang bermutu dimulai dari penyediaan benih sumber G0 (Breeder Seed) bebas pathogen oleh Balai Penelitian Sayuran Lembang melalui teknik kultur jaringan. Selanjutnya G0 berupa stek dikirimkan ke BBI Pangalengan untuk diperbanyak di Screen House A dan menghasilkan mini tuber, yang selanjutnya secara berurut ditanam menjadi G1 (pada screen house) dan G2 (di lapangan). Perbanyakan dari G2 ke G3 dilaksanakan di BBU (PD Mamin/PD Agribisnis) Pangalengan yang selanjutnya diperbanyak menjadi G4 oleh para penangkar yang telah terlatih (Anonim, 2000a).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Sistem Perbanyakan Benih Kentang di Indonesia (Anonim, 2000a) Pengawasan dan pemeriksaan oleh BPSBTPH dilaksanakan mulai G2 sebagai benih dasar, sedangkan G1 diberikan akreditasi kepada BBI untuk diperiksa sendiri mengingat teknis perbanyakan masih dalam screen house dan BBI memiliki teknik dan fasilitas yang memadai (Anonim, 2000a).

Pada perbenihan kentang, prinsip menghasilkan jumlah umbi yang banyak lebih diperhatikan daripada menghasilkan bobot. Benih kentang yang telah memenuhi syarat dan standar mutu akan dinyatakan lulus dan diberi sertifikat. Pada setiap kemasan benih yang telah lulus diberi label dan didistribusikan sebagai benih kentang bermutu tinggi (Anonim, 2000b).

 

Pola Perbanyakan Benih Kentang di Belanda (Wattimena, 2000)

Sumber benih kentang di Belanda berasal dari benih penjenis hasil seleksi klonal oleh pemulia tanaman. Benih penjenis selanjutnya diperbanyak secara klonal untuk menghasilkan pra benih dasar (G1, G2), benih dasar (G3, G4, G5, G6) dan benih sertifikat (Gambar 2).

Gambar 2. Sistem Perbanyakan Benih Kentang di Belanda (Wattimena, 2000)

BREEDER SEED

IN VITRO

PRE BASIC SEED

G1

G2

BASIC SEED

G3

G4→ S

G5→ SE

G6→ E

CERTIFIED SEED

G7 → A/B

G8 → B/C

G9 → C

GROWERS

WARE POTATOES

STARCH POTATOES

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Kentang (Solanum tuberosum) adalah salah satu komoditas sayuran hortikultura yang menjadi andalan para petani di Indonesia, karena selain bernilai ekonomi tinggi dan stabil, juga sebagai sumber karbohidrat yang cukup tinggi, dan dapat dikonsumsi  sebagai pengganti makanan pokok beras dan jagung, dalam usaha meningkatkan diversifikasi makanan pokok. Namun dalam usaha meningkatkan produktivitasnya yang menjadi kendala utama bagi para petani kentang adalah ketersediaan benih yang berkualitas masih terbatas dipasaran produsen benih (penangkar benih) sehingga sangat mempengaruhi pengembangan dalam budidayanya. Keadaan tersebut sangat  mempengaruhi pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen rumah tangga, hotel dan pabrik makanan yang menggunakan bahan baku kentang.

Salah satu cara untuk mendukung memperlancar ketersediaan benih adalah dengan adanya input Iptek inovatif untuk mempercepat dan memperbanyak produksi benih penjenis (G0) diindustri hulu.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim.2011.budidaya kentang. Tersedia dalam : http/id.wikipedia.org/budidaya_kentang diakses pada tanggal 27 Februari 2011

Hak Cipta © 2009 Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Indonesian Vegetables Research Institute)

Hak Cipta © 2009 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur (East Java Assessment Institute for Agricultural Technology )

 

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar